Hepatitis C
Trubus 476
Juli, 2009.
Penjinak Hepatitis C
Bagai tersisa kulit membalut tulang. Begitulah kondisi Waskito dua tahun lalu. Sekedar menegakkan tubuh pun ia perlu bantuan orang lain. Oleh karena itu ia lebih banyak menghabiskan waktu di atas pembaringan. Hepatitis C akut menggerogoti kesehatan pria 66 tahun itu. ”Kami sekeluarga rela jika bapak dipanggil Tuhan,” ujar Dewi Handayani, anak sulung Waskito.
Napas tersengal-sengal pada malam 25 Juni 2007 itu menjadi awal petaka Waskito. Malam itu Waskito sulit bernafas sehingga keluarga melarikannya ke sebuah rumah sakit di Surakarta Jawa Tengah. Hasil diagnosis dokter, Waskito positif paru-paru basah. Sebelas hari lamanya ia opname di rumah sakit itu sembari mengkonsumsi antibiotik jenis streptomycin. Namun, kondisi ayah 5 anak itu tak kunjung membaik.
Muka pucat, tubuh kerap letih,
dan nafsu makan berkurang. Selain itu demam dan batuk menghampiri tubuh
Waskito yang kian ringkih. Suami Nuk Sudaryanti itu pun segera
dilarikan ke sebuah rumah sakit di Jakarta. DI rumah sakit itulah
dokter mendiagnosis Hepatitis C. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT 20-40
kali dari normal kendala pada hati. Ambang normal SGOT 17-20 dan SGPT
12-17 IU.
SGPT
& SGOT merupakan parameter untuk menentukan kesehatan hati akibat
serangan virus atau bakteri. Hasil cek laboratorium juga menunjukkan
kadar bilirubin mencapai 3,48 mg%. Padahal kadar normal mestinya 1 mg%.
Peningkatan bilirubin menyebabkan urin berwarna kemerahan seperti teh
serta bola mata dan kulit kekuningan.
Sayang, kondisi Waskito yang di Jakarta tak ada perubahan berarti. Karena itu keluarga memutuskan untuk membawanya pulang ke Surakarta. Nuk Sudaryanti, sang istri rutin memberi 7 butir telur atas anjuran sang dokter. Itu untuk memasok kebutuhan albumin bagi tubuh. Kadar albumin penderita hepatitis umumnya rendah.
Sayang, kondisi Waskito yang di Jakarta tak ada perubahan berarti. Karena itu keluarga memutuskan untuk membawanya pulang ke Surakarta. Nuk Sudaryanti, sang istri rutin memberi 7 butir telur atas anjuran sang dokter. Itu untuk memasok kebutuhan albumin bagi tubuh. Kadar albumin penderita hepatitis umumnya rendah.
Namun,
upaya itu belum meyembuhkannya, Virus hepatitis C masih bercokol di
tubuhnya. Virus itu sebenarnya telah lama menetap di tubuh Waskito.
Pada 1983 ia diduga positif hepatitis C. Saat itu Waskito di pelabuhan
sebagai tukang las. Ia kurang memperhatikan kebersihan makanan yang
disantap dan kurang berolah raga.
Virus
hepatitis kembali menyerang Waskito pada awal 2007 seperti kisahnya.
Pemilik bengkel itu kerap kesemutan di bagian kaki. Jika rasa itu
datang, pria kelahirab Surakarta 29 September 1949 itu hanya bisa
terduduk. Berat badannya pun menurun.
Menurut
dr. Primal Sudjana SpPD-KPTI, spesialis penyakit dalam rumah sakit
Hasan Sadikin Bandung, hepatitis akibat serangan virus. Bila dibiarkan
hingga 6 bulan bisa menyebabkan hepatitis akut. Enam bulan berikutnya
berubah menjadi sirosis atu pengerasan hati. Dalam perkembangannya
sirosis berpotensi menjadi kanker hati
Setelah berbagai jalan penyembuhan ditempuh, Waskito kemudian teringat ekstrak teripang yang teronggok berbulan-bulan di lemari es. Pada Juli 2008, ia mulai mengkonsumsi ekstrak hewan laut filum Echinodermata ini. Dosisnya 2 sendok makan 2 kali sehari. Tiga bulan rutin mengkonsumsi teripang, Waskito merasa segar bugar.
Ini
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan ia
negatif hepatitis. Kadar bilirubin, SGPT dan SGOTnya kembali normal.
Menurut Prof. Dr. Ridzwan Hashim, peneliti dari Inversitas Kebangsaan Malaysia, teripang mengandung 86% protein yang mudah diuraikan menjadi enzim pepsin. Kandungan protein yang tinggi berperan sebagai immunomodulator alias pembangun sistem kekebalan tubuh Protein dan 16 asam amino essensial mujarab dalam meregenerasi sel dan memperkuat hati untuk mengeluarkan antibodi. Sifat gamat yang mudah larut dalam air, menurut dr. Zen Djaja, MD di Malang, membuatnya lansgung terserap di hati tanpa mengalami detoksifikasi. Ektrak teripang membantu memperbaiki fungsi hati.